Pementasan Drama: “Kampung Cibelenger: Si Mekah Cintil” (Cilegon, 22 Ramadhan 1438 H.)
June 20, 2017para pemain drama, "Kampung Cibelenger: Si Mekah Cintil" |
(video youtube) Part 1: Drama RISMA: "Kampung Cibelenger (Si Mekah Cintil)"
(video youtube) Part 2: Drama RISMA: "Kampung Cibelenger (Si Mekah Cintil)"
(video youtube) Part 3: Drama RISMA: "Kampung Cibelenger (Si Mekah Cintil)"
(video youtube) Part 3: Drama RISMA: "Kampung Cibelenger (Si Mekah Cintil)"
Semacam Pengantar
Menjadi
penulis adalah satu hal, sedangkan menjadi sutradara adalah hal lain. Namun,
keduanya saling berkesinambungan. Keduanya adalah impian saya. Tahun 2014-2015
lalu, saya sempat menulis beberapa scene
untuk sebuah film berjudul, “Mars; Mimpi Ananda Raih Semesta” yang digarap oleh Sahrul Gibran, sutradara
asal Banten. Meski tak mengambil andil besar dan nama saya tidak ditulis di credit title (karena alasan satu dan
lain hal) saya tetap bisa berterima, sebab kebanggaan bisa saya rasakan ketika
film tersebut, dan scene-scene
tambahan yang saya tulis tayang di seluruh bioskop Indonesia dan bisa dinikmati
banyak orang.
Tempo hari, Alhamdulillah, saya berkesempatan menulis
ide cerita dan skenario FTV untuk televisi swasta berkat sebuah gerbang yang dibukakan
oleh penulis novel komedi dan skrip skenario, Langlang Randhawa. Setelah itu,
seorang sutradara muda asal Cilegon, Darwin Mahesa, mengajak bekerjasama untuk menggarap
skenario film pendek besutannya berjudul, "Tirtayasa: The Sultan of Banten" yang akan mulai diproduksi Juli 2017 mendatang, difasilitasi oleh Kemendikbud RI.
Tepat sampai di sini, barangkali sudah sepatutnya saya bersyukur tak
henti-henti. Satu per satu, mimpi saya tercapai dalam waktu yang lumayan singkat.
Sempat di satu titik, saya merasa sangat malu pada Allah lantaran Dia begitu
baik sedangkan ibadah saya dan ketaatan saya sebagai seorang hamba masih jauh
dan tidak sebanding. Mudah-mudahan, dengan segala kepercayaan dan
kedermawanannya ini dapat mendekatkan saya kepada Allah dan bisa terus berkarya
dengan baik. Aamiin.
Sekitar
beberapa hari lalu, di kampung Cibeber, tempat saya lahir dan tinggal, saya
mendapat kepercayaan untuk menggarap sebuah drama komedi-religi yang akan
dipentaskan pada malam puncak peringatan Nuzulul Quran yang memang menjadi
agenda tahunan di kampung kami. Drama ini boleh dibilang mulai bangkit kembali
sebab beberapa tahun ke belakang benar-benar senyap dan tak ada. Sejak kecil,
setiap kali menghadiri kegiatan yang diselenggarakan oleh Remaja Islam Masjid
(RISMA) At-Ta’awun Cibeber, hal yang paling saya nantikan adalah pementasan
dramanya. Di awal-awal kejayaan RISMA, memang selalu ada drama yang diperankan
dan dimainkan oleh panitia RISMA. Teteh saya pernah menjadi pemain lakonnya, dan
saya merasa orang yang beruntung saat bisa membaca naskah drama yang sedang
dihafalnya.
Entah apa yang
ada dalam benak saya saat itu, seingat saya, saya berbisik dalam hati—ya, hati
seorang bocah ingusan—untuk pula menulis naskah serupa dan bakal dipentaskan
oleh orang lain..., entah di hari kapan(?). Sebagai orang yang percaya pada
konsep mestakung (semesta mendukung), lebih-lebih sebagai pembaca buku-buku Paulo Coelho, saya semakin yakin akan konsep itu. Dalam bukunya, The Alchemist, Coelho menulis, “ketika kita benar-benar menginginkan
sesuatu, maka seluruh alam semesta akan bahu-membahu membantu kita untuk meraihnya.”—tentu
saja kalimat ini akan kuat saat kita pun berusaha keras untuk mewujudkannya. Andai
tanpa usaha dan hanya menunggu, tentu saja itu hanya menjadi omong kosong
belaka.
Kembali soal
menulis naskah drama untuk panitia RISMA. Saat ditawari oleh Pak Ketua, tanpa
keraguan saya langsung mengiyakan. Bahkan cerita apa yang bakal saya garap
langsung berkelebat begitu saja. Ide-ide deras mengalir, meski saya masih awam
soal teknis penulisan naskah drama, sebab ini pertama kalinya. Namun, tanpa mau
dipusingkan oleh hal-hal teknis—meski di beberapa hal ini penting dipelajari—saya
pun gegas menuliskannya sesederhana mungkin, dan mudah dipahami khalayak. Agar
tidak melebar, saya diberikan tema, “Krisis Generasi”. Lantas saja ide di awal
yang deras tadi langsung saya seleksi dan eksekusi. Sebab, memang tak jauh-jauh
ide yang saya pikirkan dengan tema yang disodorkan. kemudian, naskah jadi; saya
meminta masukan dan perbaikan, konsultasi ke beberapa tokoh dan “voila!” kami siap mencari pemeran tokoh
dan tim pementasan drama. Fix, tahun
ini, kembali ada pementasan drama di acara yang diselenggarakan RISMA Cibeber.
Betapa luar
biasanya hari-hari saya berikutnya. Banyak sekali tantangan yang mesti di
hadapi. Meski ada hal dilematis yang kudu saya lewati lebih dulu; mengerjakan
skripsi, atau lanjut berkarya dan mengikuti passion(?)
Saya
memutuskan untuk menjalankan satu demi satu project.
Bukan karena tidak mau, tapi setelah ini beres, saya akan menyelesaikan tugas akhir
kampus tersebut. Akhirnya, saya merasakan juga menjadi seorang sutradara “sungguhan”.
Saat semester awal kuliah, saya dan teman satu jurusan (tim IS-IS Production)
memang pernah menggarap film pendek berjudul, "Baturan" untuk diikutsertakan pada sebuah festival film di Lampung.
Namun kali ini berbeda tantangannya. Saya harus menghadapi sekitar 25-an pemain
untuk melakonkan para tokoh yang saya tulis. Belum lagi ini akan dipentaskan
secara langsung di panggung dan saya menjadi dalangnya. Beruntung mendapatkan
pemain dan tim yang loyal serta memiliki tanggung jawab yang tinggi. Meski rata-rata
mereka terbilang masih remaja, namun sudah pandai dalam mengontrol emosinya. Belum
lagi soal eksplorasi tokoh di antara batas waktu yang mepet. Hanya kurang dari
seminggu kami diberi waktu latihan, belum lagi pemain harus rangkap jabatan;
sebagian besar mereka juga menjadi koordinator untuk acara, humas, peralatan,
pengajian dll. Saya merasa cukup terbantu karena para pemeran bukan hanya
menunggu arahan, mereka juga memberikan masukan-masukan yang berguna.
Hal berikutnya
yang terjadi, saya tak lagi bisa berkata-kata. Mendapati apresiasi penonton
yang tak lain warga kampung Cibeber; tawa-senyum mereka, antusiasme mereka,
sorak-sorai mereka adalah obat sekaligus semangat bagi saya untuk terus
berkarya lebih baik lagi. Segala apa yang saya dedikasikan dan ingin saya capai
semakin kuat, bahwa menjadi penulis memang jalan saya untuk saat ini—sekalipun saya
meyakini kalau bisa jadi di hari depan jalan yang akan saya tempuh akan berbeda
lagi.
Terima kasih
teman-teman, dulur-dulur, dan semua yang selalu mendukung dan mengapresiasi. Hanya satu lagi
kalimat yang perlu saya sampaikan:
“Selamat
Menyaksikaaaannn!!!”
(video youtube) Part 1: Drama RISMA: "Kampung Cibelenger (Si Mekah Cintil)"
(video youtube) Part 2: Drama RISMA: "Kampung Cibelenger (Si Mekah Cintil)"
Cilegon, 20 Juni 2017/
25 Ramadhan 1438 H.
0 komentar