Safira sudah
bulat dengan niatnya. Satu demi satu pakaiannya ia kemas dalam koper
peninggalan mendiang Bapaknya. Tangisan ibunya di depan pintu kamar tiada ia
hiraukan. Tak sedikit pun ia menoleh, menatap wajah cemas ibunya yang sejak
malam tadi sudah tidak merestui keberangkatannya. Inah—nama ibunda Safira,
telah memohon supaya anaknya itu membatalkan keberangkatannya untuk menjadi
seorang Tenaga Kerja Wanita (TKW) di Saudi Arabia. Namun, tekadnya sudah membulat,
ia bersikukuh untuk tetap mengiyakan tawaran temannya itu yang sudah lebih
dahulu berangkat lusa kemarin.
Ditariknya resleting
koper itu dengan amat tergesa-gesa. Wajahnya seketika kalut, ketika
mendapat pesan dari Wiwin—salah seorang teman TKW-nya yang memberitahukan bahwa
siang itu pesawat sudah siap berangkat ke Arab Saudi. Ia menatap sekilas mata
ibunya yang sembab, akibat tangisnya sejak malam tadi yang tak kunjung henti.
Inah sesungguhnya tak habis pikir, apa yang ada dalam benak anak semata
wayangnya itu. Apa pun yang ia minta selalu dituruti, meski keterbatasan
ekonomi terkadang menjadi salah satu faktor penghambatnya.
“Kenapa tidak
dari tadi kamu pergi, dasar anak tidak tahu diuntung!” Suara berat itu
mengiringi langkahnya.
“Aku tidak paham
maksud, Bapak?”
“Sudah, pergilah,
dan jangan pernah kembali!” Seruannya mengusir. Tanpa memandang Safira, ia
melanjutkan membaca koran di ruang tamu dengan ditemani secangkir kopi hitam. “Biarkan
aku mencari pembuat kopi hitamku sendiri, jika memang kamu ingin pergi, silakan
saja!”
Inah tidak tahu
harus berpihak kepada siapa, sebab ayah tiri Safira terus saja mengoceh. Inah
mencegah laju Safira. Pintu depan ia kunci rapat-rapat. Kedua tangannya
meregang lurus, menghadang langkah kaki anaknya.
“Sudahlah, Bu.
Pesawat sudah mau berangkat, jangan halangi Aku,” Wanita berkerudung hijau muda
itu mencari celah. Namun, ibunya terus saja berusaha menghalang-halanginya.
“CUKUP! Ibu
lelah denganmu, Ra. Kaupikir Ibu lakukan ini untuk siapa, hah? Kulakukan semua
ini demi kebaikanmu, Ra. Katakan, apa yang membuatmu ingin menjadi seorang TKW?
Apa kamu tidak pernah menonton televisi? Lihat, mereka banyak yang mendapatkan
perlakuan sewenang-wenang, pelecehan, bahkan sampai pembunuhan. Apa yang ada
dalam benakmu, Nak? Katakanlah!” ceracau Ibunya.