[ESAI] PENTINGNYA RUANG PUBLIK DAN TAMAN BACA MASYARAKAT (Banten Raya, 29 September 2015)
September 30, 2015Banten Raya (Jawa Pos Group), 29 September 2015 |
Kota
adalah daerah
permukiman yang terdiri atas
bangunan rumah yang merupakan kesatuan
tempat tinggal dari berbagai lapisan masyarakat. Itulah yang termaktub dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) keluaran tahun 2013. Namun, bila bicara lebih jauh
lagi, kota adalah sebuah tempat di mana warganya bisa merasakan hidup nyaman
dan tenteram di bawah naungan pemimpin berjuluk Walikota. Pembahasan ini belum termasuk
soal kesenjangan sosial, ekonomi dan budaya.
Lantas
apa yang dimaksud dengan hidup nyaman dan tenteram tersebut? Kota, atau mungkin
juga provinsi bahkan negara, hanyalah sebuah ruang dimensi tempat para warga untuk
saling berinteraksi satu sama lain. Baik kaitannya dalam keluarga, teman
sebaya, atau rekan kerja sekalipun. Yang kemudian menjelma sebuah ruang
ekspresi untuk saling berbincang mengenai banyak hal. Sebutlah dalam konteks
ini ruang publik. Satu di antaranya adalah taman kota atau alun-alun kota.
Sebagaimana jalan raya, keberadaan alun-alun di tengah-tengah kota juga sama
pentingnya, dan patut diberikan perhatian yang proporsional. Sebab, masyarakat
dewasa ini sering disibukkan dengan kegiatan rutin yang kadang sangat
melelahkan dan mencerabut aktivitas berkumpul dengan sanak famili maupun teman
sejawat.
RUANG PUBLIK SEBAGAI RUANG
BEREKSPRESI
Adanya
ruang publik sangat dibutuhkan kehadirannya di tengah-tengah kepenatan kota
yang kian terasa padat dan menghimpit. Bangunan-bangunan perusahaan kian
menjamur, menjelma serupa hutan beton yang mengakar kuat. Oleh sebab itu, ruang
berekspresi dan melepas penat tentunya perlu segera direalisasikan. Supaya kita
sebagai masyarakat terus bisa berinovasi dan menciptakan hal-hal kreatif yang
dibutuhkan dalam dunia bisnis maupun dunia kerja.
Pertanyaannya
kemudian adalah: sudah cukup memadaikah ruang publik di setiap kota di provinsi
Banten ini? bila belum, lantas apa yang seharusnya menjadi perhatian pemerintah
daerah setempat? Dan lagi, seandainya ruang publik sudah tersedia dan
masyarakat dipersilakan untuk memakainya, maka sudahkah kita sebagai masyarakat
mau turut andil dan berpartisipasi dalam merawatnya?
Berbagai
pertanyaan yang diajukan, cukup dijawab dalam hati masing-masing pribadi
masyarakat itu sendiri. Untuk kemudian diejawantahkan dalam bentuk perilaku dan
perbuatan. Kita, dalam hal ini pemimpin dan masyarakatnya, sudah seharusnya mau
merawat dan menjaga keberadaan ruang publik. Dan setiap masukan serta kritik
yang membangun diharap bersedia untuk mendengarkan lalu menerima dan sama-sama
memperbaiki demi keberlangsungan tata kota dan wilayah yang baik. Sesuai visi
kita ke depan. Dalam hal ini, kepekaan serta kesadaran diri masyarakat dan
pemimpinnya sangatlah diperlukan. Karena negara yang baik, maupun wilayah yang
baik dibangun dari komitmen yang baik pula.
MENCIPTAKAN BUDAYA BACA
Masyarakat
yang berbudaya adalah masyarakat yang mau membaca. Membaca di sini bisa
diartikan secara harfiah; pertama, yakni
membaca tulisan dalam buku atau media massa dan internet; kedua, dalam etimologi, membaca diartikan sebagai bentuk dari
kepekaan dalam melihat lingkungan sekitar. Keduanya sangat diperlukan guna
menunjang pemikiran intelektualitas masyarakat yang kritis dan tidak apatis
dalam menanggapi suatu hal yang terjadi di lingkungan tinggalnya. Karena yang
dikhawatirkan, menggeliatnya media sosial dan berkembang pesatnya teknologi abad
ini, selalu saja beriringan dengan banyaknya hal negatif yang bisa menjangkiti
perilaku masyarakat. Bahkan istilah, ‘menjauhkan
yang dekat dan mendekatkan yang jauh’ untuk media sosial itu sangatlah
benar adanya. Bisa dirasakan bagaimana ketika kita tengah berkumpul dengan
teman-teman, disatu kesempatan, kita hanya saling diam sementara kedua tangan
menggenggam gadget masing-masing dan
kepala terus merunduk. Alih-alih bercengkerama dan suka ria bersama, kita malah
sibuk dengan dunia kita sendiri. Berselancar dan berbincang dengan kawan di
dunia maya yang mungkin seseorang itu belum pernah kita temui sekalipun.
Jangan
biarkan kita terjerat dalam hal negatif tersebut. Istilah generasi merunduk
sudah seharusnya kita jauhi dan hapuskan. Kehadiran teknologi sejatinya untuk
memudahkan manusia dalam beraktivitas, bukan malah menghambatnya. Karena itulah,
kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan teknologi, karena pada dasarnya teknologi
itu bersifat netral. Tergantung pada penggunaan dan pemanfaatannya. Kita,
sebagaimana dikenal masyarakat dunia, adalah warga yang ramah dan pandai
berinteraksi sosial. Jangan sampai kemajuan zaman menghilangkan tradisi
tersebut. Kendati demikian teknologi seharusnya memanusiakan manusia.
Mengenalkan
budaya baca di masyarakat adalah satu di antara banyak hal lainnya untuk
menghidupkan masyarakat yang produktif. Sebab kita dituntut untuk terus aktif
dan bergerak. Menciptakan banyak sumber daya manusia demi kehidupan dan
penghidupan di era digital dan globalisasi yang serba cepat ini. Kita sudah
terlalu jauh tertinggal dari wilayah-wilayah lainnya. Sudah saatnya menjadi
produsen bukan lagi konsumen.
Kehadiran
taman baca, misalnya di alun-alun kota, tentu saja akan disambut baik oleh
masyarakat. Atau mungkin menerapkan cara lain, ambil contoh setiap Kepala Desa
dilibatkan, dan di satu desa ada satu taman baca atau perpustakaan mini.
Kemudian dibentuklah pangurus-pengurusnya di masing-masing teritorial desa itu. Satu hal yang terpenting adalah pengemasannya haruslah
menarik. Lebih-lebih bagi anak-anak, remaja hingga para pemuda.
Boleh
dikata, kita adalah masyarakat yang senang didesak. Anggaplah membaca sebagai
pembentukan dari kebudayaan yang baru, maka untuk menimbulkan dan melahirkan
keinginan membaca adalah dengan cara: dipaksa, lalu bisa, jadi terbiasa dan
terciptalah sebuah budaya. Karena harus diakui, mau bagaimanapun, kita adalah
masyarakat yang kurang banyak membaca.[]
Cilegon, 27 September
2015
7 komentar
Sukses selalu untuk karya-karyanya Ade. Saya sudah tiga kali nulis esai, alhamdulilah... (ditolak semuanya) hehe.. semoga selanjutnya merambah ke resensi. atau sudah pernah nulis resensi :v *efek gak update
ReplyDeleteTerima kasih ilham. Kebetulan beberapa kali nulis resensi, terakhir saya ikut lomba resensi dan alhamdulillah jadi juara 3 dan bisa jalan2 ke singapura gratisan heheh
Deletekeren euy *ngiri akut
ReplyDeleteKeren, udah jadi esais sekarang. :D
ReplyDeletewhehehe....waduuuh, masih jauh mbak, mesti banyak belajar. Tulisan ini sederhana banget. Makasih udah mampir :D
DeleteWuih keren nih tulisannya terbit di koran. Congrats ya.
ReplyDeleteTerima kasih sudah mampir, Agung :)
Delete