BUKU-BUKU MERAH NAGA; SI KRITIKUS PROTEKTUS HOMINEM
March 15, 2017cover depan buku Merah Naga |
Beberapa waktu lalu, kita pernah sedikitnya dihebohkan oleh postingan pemilik blog catatanmerahnaga. Ia membuat ulasan di blog-nya tentang, "Buku-Buku Sastra yang Tak Penting Dibaca dan Disimpan di Rak". Sebagian penulis, yang merasa penulis, fans fanatik, pembaca ulung, kritikus yang merasa lahannya dicuri pun, geram. Mereka bahkan mengutuk-menyumpah-serapahi cara Merah Naga mengulas, mengkritik dan membedah buku-buku sastra yang padahal sebagian besar pernah menyabet penghargaan bergengsi bertaraf Nasional hingga Internasional.
Saya sendiri memosisikan diri sebagai pengamat yang tidak suka diamati –saya pernah memakai istilah ini sewaktu dulu aktif mengkritik kebijakan kampus. Saya ingin lebih jauh tahu siapa itu Merah Naga?
Sebagai orang yang masih baru berkecimpung di dunia literasi, saya patut tahu latar belakang ia menuliskan hal-hal yang meledak-ledak dalam blog-nya. Tentu dengan cara mengenal siapa sosok sebenarnya dibalik nama, "Merah Naga". Seharusnya, kalau ia tidak takut akan segala ancaman dan hal-hal yang mengganggu, ia pakai nama lahirnya saja. Tapi, toh, setelah tahu siapa orangnya, saya mendapati alasan ia tak memakai nama sebenarnya yang tertera di KTP ketika ia memosisikan diri sebagai penulis.
Merah Naga, atau setelah tahu kemudian punya nama lain, Kanta Kastiri ini berhasil saya dapatkan informasinya. Bagi sebagian orang barangkali ini adalah tindakan yang membuang-membuang waktu, tenaga dan kuota. Namun tak jadi soal, karena setelahnya saya mendapatkan apa yang saya cari.
Segala tulisan yang meledak-ledak, dan ulasannya yang dinilai lebih condong ke cemoohan itu–bahkan sebagian besar menyerang pribadi penulisnya ketimbang karya yang ditulisnya–semua berawal dari kekhawatiran ia tentang sastra Indonesia yang beberapa tahun terakhir dianggap mandek dan tidak benar-benar melampaui karya penulis-penulis di masa lampau.
Jadi barangkali, beginilah cara saya menghargainya. Bukan karena bersepakat dengan semua apa yang dituliskannya, hanya saja, bukankah segala bentuk karya, entah buruk maupun baik, patut diapresiasi?
Lebih-lebih setelah saya mengenal pribadinya yang ternyata tidak sekeras dan sevokal tulisan-tulisannya itu. Beberapa karyanya pun, salah satunya puisi karangan dia, pernah saya baca. Tidak buruk-buruk amat. Ia adalah pembaca yang baik. Hampir semua jenis buku dilahapnya. Dan jauh dari pada itu, rupanya ia pun sangat produktif menulis. Ketika ditanya apa resepnya, ia menjawabnya enteng, "hilangi perasaan takut ketika menulis."
Berikut ini saya bagikan beberapa buku (kalau boleh disebut demikian) karangan Merah Naga dalam format digital (.pdf) yang bisa diunduh secara gratis. Soal layout-nya yang buruk, harap dimaklum. Karena semuanya dia yang tangani sendiri. Sungguh nelangsa.
*) P.S: Oh, iya, soal judul postingan ini jangan diambil serius. Si Merah Naga rupanya senang bergurau. Jadi saya candain aja sekalian :v XD
Sebagian buku karya Merah Naga:
>>> Bunuh Diri (Novel).pdf
>>> Berjalan Di Antara Para Tiran.pdf
>>> Matinya Tuhan Islam.pdf
>>> Hutan Air (Kumpulan Puisi).pdf
>>> Tuhan yang Berhenti Mendongeng.pdf
>>> Tionghoa, Islam dan Masa Depan yang Buruk.pdf
>>> Gangguan Intelektual.pdf
>>> Kata-Kata (Kumpulan Quote).pdf
>>> Esai-esai Keseharian (bagian pertama).pdf
>>> Catatan Kecil untuk Para Pemberontak.pdf
>>> Pembaca Buku yang Gagal.pdf
>>> Dunia yang Benar-benar Aneh.pdf
>>> Laponia (Novel).pdf
8 komentar
Merah naga itu aslinya siapa sih mas. Dia yg bbrp waktu lalu bakar buku y. Dia penulis jg tho. Kl liat d blognya dia ada fotonya sptny iya rajin ke perpustakaan. Nama aslinya n aslinya dia gmn mas
ReplyDeleteHalo.
ReplyDeleteSaya cukup sering menjumpai Mas merah Naga ini di perpustakaan. Rupanya Dia masih konsisten menulis ya? Luar biasa.
Yups, sampaikan salamku padanya~
DeleteIzin ya saya mendownload beberapa pdfnya
ReplyDeletesilakan kak~
Deletetolong kasih akses pak, blognya catatanmerahnaga dah jarang update kemana itu ya?
ReplyDeleteudah dibuka aksesnya
DeleteAkses drivenya kekunci pak
ReplyDelete