[Ulasan Film] Nana: Indonesia Tempo Dulu dalam Lanskap Perempuan Sunda
August 03, 2022Salah satu scene dalam film "Before, Now & Then (Nana)" |
Score: 7,3/10.
Setelah film Yuni, satu lagi film terbaru karya Kamila Andini yang menggunakan bahasa daerah. Kali ini ia menyasar bumi parahyangan, Bandung. Berlatar tahun 1960-an, film Nana berkisah tentang perempuan sunda yang melarikan diri dari gerombolan dan harus merelakan suami dan anaknya. Diangkat dari novel “Jais Darga Namaku” yang ditulis oleh sastrawan asal Sumatera Barat, Ahda Imran yang kini tinggal di Cimahi.
Tokoh Nana sendiri adalah sosok Ibu dari Jais Darga, yakni Raden Nana Sunani. Berlatar sejarah PKI, scoring setiap scene berhasil menanamkan perasaan mencekam saat ditonton. Itu pula barangkali alasan kenapa film ini tidak tayang di bioskop Indonesia. Padahal, beberapa waktu lalu, film Nana berhasil meraih Silver Bear di Kompetisi Berinale atau Berlin International Film Festival 2022.
Happy Salma memerankan tokoh Nana dengan sangat apik. Ia betul-betul menjadi tokoh Nana yang dikejar dosa masa lalunya, hidup tidak tenang, dan menjalani keseharian dengan rasa was-was. Begitu pula dengan Laura Basuki sebagai Ino, Arswendy sebagai Darga, bahkan Rieke Diah Pitaloka sebagai Ningsih yang hanya muncul di scene awal tetapi berhasil mencuri perhatian. Amat disayangkan Ibnu Jamil kali ini tak bisa mengimbangi pemain lainnya─sama saat di film Srimulat kemarin.
Happy Salma memerankan tokoh Nana dengan sangat apik. Ia betul-betul menjadi tokoh Nana yang dikejar dosa masa lalunya, hidup tidak tenang, dan menjalani keseharian dengan rasa was-was. Begitu pula dengan Laura Basuki sebagai Ino, Arswendy sebagai Darga, bahkan Rieke Diah Pitaloka sebagai Ningsih yang hanya muncul di scene awal tetapi berhasil mencuri perhatian. Amat disayangkan Ibnu Jamil kali ini tak bisa mengimbangi pemain lainnya─sama saat di film Srimulat kemarin.
Satu lagi pemain yang layak diganjar pemeran pendukung atau pendatang baru terbaik adalah Chempa Puteri yang berperan sebagai Dais kecil. Setiap kali dia berbicara bahasa sunda, rasanya tenang banget didengar, apalagi waktu dia dan kakak-kakaknya menyanyikan lagu sunda. Salah satu scene terbaik ketika dia mendatangi Ibunya, lalu duduk di pangkuannya dan Nyai Nana menyanyikan tembang sunda yang begitu menyayat hati. Keduanya menangis dalam diam dan rasa sakitnya sampai ke penonton.
Peringatan saja, bagi kamu yang tidak suka alur cerita lambat, tidak disarankan menonton film ini. karena pasti akan cepat bosan. Tetapi, kalau kamu senang mengambil pelajaran dari suatu karya, film ini banyak sekali memiliki dialog bernas dan membuka wawasan, khususnya tentang nilai dan pandangan dari dan untuk perempuan di masa lalu.
Cilegon, 03 Agustus 2022
0 komentar