[Ulasan Film] Ketika Berhenti di Sini: Cara Tokoh Menghadapi Kehilangan dan Merelakannya
July 25, 2023Official Poster by Sinemaku Pictures |
Dita (Prilly Latuconsina) seorang desainer grafis bertemu tak sengaja dengan Ed (Bryan Domani) seorang arsitek di sebuah toko servis elektronik. Pertemuan itu menjadi awal dari cerita ini dimulai berikut hubungan percintaan antara Dita dan Ed yang bertahan selama 4 tahun kemudian.
Romantisme yang dihadirkan Ed diawal perkenalan, bagi Dita telah jarang ia dapatkan dan ia merasa hubungannya jalan di tempat. Ed berubah, sering sulit dihubungi, sampai puncaknya mereka bertengkar hebat. Belum masalah itu selesai, Ed mengalami kecelakaan dan meninggal dunia.
Kehilangan yang mendadak itu membuat Dita merasa bersalah sekaligus tak bisa merelakan kepergian kekasihnya. Singkat cerita, dua tahun kemudian dia berusaha melupakan segalanya tentang Ed, dan menjalin asmara dengan sahabat masa kecilnya, Ifan (Refal Hady).
Sialnya, ia malah dipertemukan lagi dengan pemilik toko Zulfikar yang diperankan oleh Satrya Ghozali. Ia memberikan kado yang pernah dititipkan Ed untuk Dita, sebuah kacamata ‘LOOK’ dengan tekhnologi Augmented Reality (AR) yang bisa menghadirkan sosok Ed, persis sama seperti nyata. Pertahanan Dita hancur seketika, ia kembali teringat pada sosok Ed.
Secara garis besar, sulit rasanya melepaskan kemiripan film ini dari film Her (2013). Kita akan diperlihatkan teknologi AI dan bagaimana manusia mengendalikannya. Dita termasuk orang yang dikendalikan oleh pikiran dan program dari kacamata itu. Dia terjebak dan menganggap Ed hidup kembali.
Pemilihan aktor dirasa cukup sesuai dengan karakternya. Passing cerita diawal pun tidak dragging, Umay Shahab selaku sutradara berhasil merangkum perjalanan hubungan antara Dita dan Ed hanya dalam beberapa scene ulang tahun Oma Ed saja dan kita paham seberapa lama hubungan mereka.
Sayangnya, di sanalah titik kelemahannya. Sebagai penonton, saya jadi sulit menaruh simpati pada hubungan tokoh utama. Sehingga, ketika Dita kehilangan sosok Ed, saya tak benar-benar merasakan penderitaannya, karena secara emosional tak benar-benar sampai ke hati.
Secara cerita, film ini sangat potensial mengeksplorasi tentang kehilangan yang lebih dalam. Ada beberapa scene yang terasa berlebihan saat dibawakan oleh Prilly. Namun terlepas dari itu, saya salut pada Refal Hady yang terlihat effortless membawakan karakternya tetapi justru di sanalah letak keberhasilannya memainkan perannya. Selain itu, kemunculan Lutesha dan Sal Priadi terkesan kurang banget porsinya, padahal mereka bisa lebih jauh memainkan karakter Untari dan Awan.
Satu hal yang mengejutkan saya, di tengah film kita akan dipertemukan dengan cameo yang dar-der-dor dari aktor-aktor Indonesia yang bertebaran. Sisanya, silakan tonton sendiri tanggal 27 Juli 2023 besok!
0 komentar