[Ulasan Film] Blue Eye Samurai: Perjalanan Menemukan Jati Diri dan Proses Menjadi Manusia Seutuhnya
December 04, 2023Official poster by Netflix Animation |
"Hidup berarti bangun tidur dan melakukan hal-hal yang tak kau suka, atau kau tak perlu bangun."
Berkisah tentang Mizu (Maya Erskine), seorang samurai berdarah campuran dan bermata biru. Dia anak dari seorang Ibu asal Jepang dan ayah dari salah satu 4 orang ras Kaukasian (Eropa) yang datang ke Jepang pada abad ke-16. Karena hal itulah Mizu dan ibunya hidup nelangsa lantaran sering dirundung dan jadi olok-olok masyarakat Jepang bahkan dianggap aib di lingkungannya.
Mizu akhirnya tumbuh menjadi manusia pendendam. Di hati dan tangannya hanya
ada bara api yang ia rawat hingga dewasa menjadi seorang master samurai. Ia ingin
mencari tahu, di mana 4 orang Kaukasian yang merudapaksa ibunya secara
bergiliran. Siapa pun yang berani menghalanginya, ia harus berhadapan dengan
pedang terbaiknya.
Film animasi original Netflix ini digarap oleh pasangan suami-istri Michael Green dan Amber Noizumi. Disutradarai oleh Jane Wu, animasi berlatar Jepang periode Edo ini dikerjakan oleh studio Prancis, Blue Spirit dan diproduksi oleh Netflix Animation.
Jepang digambarkan dengan sangat epik dan menawan. Estetika kebudayaan Jepang yang divisualkan berhasil membawa kita seolah berada di sana. Ditambah setiap karakter yang muncul, sekecil apa pun perannya, meninggalkan kesan yang kuat.
Karakter Mizu sejak kecil sudah terbangun sangat kokoh; egois, pendiam, pendendam, dan bengis. Pertemuannya dengan Master Eiji (Cary-Hiroyuki Tagawa), seorang pengrajin pedang yang buta, menjadikan dia memahami seni pedang sekaligus menemukan filosofi hidup di dalamnya. Dia belajar bagaimana hidup sebagai seniman sejati dari Master Eiji.
"Jadi seniman berarti hanya melakukan satu hal. Seorang seniman memberikan semua yang dimiliki demi seni, seluruhnya; kekuatan dan kelemahanmu, cinta dan rasa malumu."
Pada masanya, orang Kaukasian disebut sebagai ‘iblis dari barat’, membuat Mizu kerap dijuluki sebagai anak iblis. Dia berusaha menyembunyikan mata birunya dengan memakai kacamata berwarna dan topi jingasa yang tersampir rendah. Bahkan ia mengubah suara dan merahasiakan identitas sesungguhnya.
Sepanjang
perjalanan balas dendamnya, ia bertemu dengan banyak sosok yang semula musuh,
malah akan menjadi teman perjalanan.
"Bertarunglah dalam batasanmu, bukan melawan batasan itu."
Saya secara tidak langsung belajar sejarah Jepang di masa periode Edo atau shogun. Alasan kenapa Jepang di abad ke-16 terjawab di serial ini. Saya jadi mengaitkannya dengan Wano-kuni, salah satu latar yang dipakai Eiichiro Oda di manga One Piece. Keduanya memiliki benang merah yang sama, tentang alasan Jepang menutup diri pada dunia luar. Bahkan ada dialog "Kamu tidak akan menemukan orang kulit putih selain orang Jepang" yang diulang-ulang di beberapa episode.
Film
ini cukup triggered untuk orang-orang yang memiliki trauma kekerasan seksual
atau yang pernah mengalami perundungan. Ditambah bertebarannya adegan pembunuhan, darah, dan hubungan seksual
yang berlebihan membuat saya sedikit tidak nyaman, meskipun tidak mengurangi
keindahan cerita, dialog, dan nilai visualnya sama sekali.
Official Poster |
Mizu sebenar-sebanarnya tak sedang mencari musuhnya, dia sejatinya sedang melewati proses menemukan jati dirinya.
Isu
gender, perang, prostitusi, pengkhianatan hingga perebutan wilayah kekuasaan dan segala macam hal dapat kita
temukan di animasi ini. Saya sungguh tidak sabar menunggu season keduanya!
"Untuk menguasai cara berperang, seseorang harus mengenal semua seni."
Cilegon, 04 Desember 2023
0 komentar